Rabu, 15 Juni 2011

VARIASI LUAS WILAYAH CASCADE TERHADAP PENURUNAN KADAR BESI ( Fe ) AIR

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Salah satu kebutuhan pokok manusia untuk kelangsungan hidupnya adalah air. Dalam kehidupannya, air digunakan berbagai keperluan seperti keperluan rumah tangga, industri dan sebagainya. Untuk memenuhi keperluan tersebut menuntut manusia untuk memanfaatkan semua sumber air yang ada di alam, baik itu yang berasal dari badan air, seperti air angkasa (air hujan), air permukaan dan juga air tanah. Kualitas air tanah lebih baik jika dibandingkan dengan air angkasa maupun air permukan.Hal ini disebabkan karena air angkasa maupun air permukaan relative lebih mudah tercemar, sebaliknya air tanah sulit untuk tercemar (Feachem 1987 dalam Rahmawati, 2005).

Namun demikian air tanah dapat melarutkan berbagai mineral dan bahan-bahan lainnya sewaktu terjadi proses perembesan sehingga kemungkinan pencemaran tetap ada.Pencemaran dalam hal ini termasuk pula dengan ditemukannya berbagai unsur kimia didalam air tanah. Keberadan berbagai bahan kimia dalam air diantaranya ada juga yang dibutuhkan oleh tubuh, namun terkadang juga dapat mengganggu. Agar air dapat memberikan manfaat yang optimal, maka dalam penggunaannya harus memenuhi syarat kesehatan oleh sebab itu WHO mempersyaratkan air untuk keperluan minum harus memenuhi syarat fisik , kimia , mikrobiologi dan radioaktif.

Tetapi tidak berarti bahwa air bersih harus bebas dari semua jenis bahan kimia, beberapa diantaranya diperbolehkan berada dalam air bersih tetapi dalam batas-batas tertentu. Salah satunya adalah Besi (Fe) yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui PERMENKES No.416/Menkes/Per/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih bahwa kadar maksimum yang diperbolehkan untuk Besi adalah 1,0 mg/I. Peraturan ini ditetapkan berkaitan dengan adanya kemungkinan dampak negatif yang akan ditimbulkan bila air bersih kelebihan zat Besi (Fe) (Daud 2005).

Walaupun besi digolongkan sebagai bahan kimia beracun, namun kehadirannya di dalam air dalam jumlah yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan kerugian yaitu menimbulkan rasa tidak enak didalam air, apabila konsentrasinya lebih dari 2 mg/I, menimbulkan noda-noda pada alat dan bahan-bahan yang berwarna putih, jika konsentrasi 1 mg/I dan menimbulkan bau dan warna di dalam air (Muntu 2003). Dari segi kesehatan dapat merusak dinding usus (Slamet 1994).

Dari hasil pengamatan pendahuluan pada lokasi yang direncanakan, yaitu di kel. Banta-bantaeng Kec.Rappocini Kota Makassar diperoleh hasil kadar Besi sebesar 4 mg/I. Jumlah ini sudah melampaui standar yang telah ditetapkan melalui PERMENKES seperti di atas.

Oleh karena itu keberadan kadar Besi (Fe) dalam jumlah melebihi standar harus dikurangi, maupun melalui pengolahan. Salah satu cara yang cukup sederhana untuk mengatasi kadar Besi (Fe) yang berlebihan dalam air adalah aerasi, yaitu upaya mengontakkan air dengan udara.

Berdasarkan penelitian terdahulu diantaranya Saleh (2002) telah melakukan penelitian eksperimen terhadap penurunan kadar Besi (Fe) dengan metode try aerator membuktikan bahwa dengan sistem ini mampu menurunkan rata-rata 93,8% kadar besi dalam air sumur pompa tangan. Dan oleh Sri Rahmawati dalam penelitiannya penurunan kadar Mangan (Mg) dengan metode kombinasi aerasi dan penyaringan diperoleh hasil penurunan kadar Mangan rata-rata 93,93 % pada air sumur gali.

Pada penilitian ini dipilih teknis aerasi bentuk cascade dengan pertimbangan bahwa teknis ini cukup sederhana, biaya pembuatannya tidak terlalu mahal dan mudah dilaksanakan. Yaitu dengan melewatkan air pada susunan penampang bertingkat secara gravitasi. Metode ini mampu menaikkan oksigen 60-80 % dari jumlah oksigen yang tertinggi pada air. Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti ingin mengembangkan sistem cascade aerator dengan memvariasikan luas wilayah cascade sehingga akan memberikan hasil yang lebih baik

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan adalah “Apakah ada perbedaan kemampuan alat cascade aerator dengan luas wilayah 1,8 m2 dan 4,5 m2 pada ketinggian 1,5 m dengan waktu pengendapan dalam menurunkan kadar besi (Fe)’’.

C. Tujuan penelitian

Sesuai dengan judul dan permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kemampuan metode Cascade aerator dalam menurunkan kadar besi ( Fe ) pada air sumur gali.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui perbandingan penurunan Kadar besi (Fe) dengan variasi luas wilayah cascade 1,8 m2 dan 4,5 m2 dengan masing-masing waktu pengendapan

b. Untuk mengetahui penurunan kadar besi ( Fe ) setelah aerasi dengan luas wilayah cascade 1,8 m2 dan pengendapan selama 3 jam.

c. Untuk mengetahui penurunan kadar besi ( Fe ) setelah aerasi dengan luas wilayah cascade 4,5 m2dan pengendapan selama 3 jam.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini nantinya akan memberikan manfaat atau kegunaan seperti berikut ini :

1. Sebagai sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah air yang tidak memenuhi persyaratan kualitas kimia khususnya kadar Besi ( Fe )

2. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang penerapan teknologi tepat guna, dalam meningkatkan kualitas air sumur gali.

3. Sebagai salah satu masukan kepada penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kualitas air.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih

1. Pengertian Air Bersih

Air bersih tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan karena tanpa air bersih manusia sulit memperoleh sumber air minum. Namun masih banyak orang yang belum memahami arti sesungguhnya air bersih sehingga kepedulian terhadap perlindungan sumber-sumber air bersih masih kurang.

Defenisi atau batasan air bersih oleh berbagai macam literatur yang pada intinya mempunyai pengertian yang sama tergantung dari sudut pandang seseorang terhadap air bersih.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1991 mendefenisikan air bersih sebagai berikut :

a. Dipandang dari sudut ilmiah, air bersih adalah air yang telah bebas dari mineral, bahan kimia jasad renik

b. Dipandang dari sudut program, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dan dapat diminum setelah masak.

2. Tujuan Penyediaan Air Bersih

Sebagaimana diketahui bahwa air bersih adalah suatu media bagi terjadinya penularan penyakit tertentu (Water Born Disease) sehingga kualitas penyediaan air bersih mutlak dilakukan.

Penyediaan kualitas air bersih dengan jalan melakukan pengolahan terhadap air yang digunakan sebagai air minum harus dilakukan, disamping itu diusahakan agar penyediaan air tersebut dapat mencukupi kebutuhan sesuai yang diperlukan.

Menurut Sanropi, dkk. ( 1984 ), tujuan penyedian air bersih adalah penyediaan air sehat, yaitu air yang bebas dari organism penyebab penyakit dan bahan kimia yang beracun kepada penduduk untuk keperluan mencuci alat-alat dapur, minum , mandi dan lain keperluan.

Sedangkan dalam Surat Keputusan Dirjen PPM dan PLP tentang Petunjuk Pelaksanaan Proyek Penyedian dan Pengawasan Air Bersih ( 1992/1993 ), tujuannya adalah membantu penyedian air bersih yang memenuhi syarat kesehatan dan pengawasan kualitas air bagi seluruh masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupu di perdesaan, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk penyediaan dan pemanfaatan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.

3.Sumber Air

Sumber air pada dasarnya tidak terlepas dari siklus hidrologi air.Melalui siklus hidrologi ini, maka dimana-mana terdapat berbagai sumber air tawar yang dapat diperkirakan kualitasnya secara sepin

Sanropi, dkk. ( 1984 ) membagi tiap macam sumber air ke dalam beberapa sub bagian yaitu :

a. Air Tanah, yang terdiri dari :

1). Mata air

2). Sumuran dangkal

3). Sumuran dalam

4). Artesis

b. Air Permukaan, yang terdiri dari :

1). Sungai

2). Telaga alam

3). Telaga buatan

c. Air Angkasa, yang terdiri dari :

1). Hujan

2). Salju

3). Es

d. a). Air Tanah

Dalam kaitannya dengan proses daur air, maka pengertian tentang air tanah adalah air yang tersimpan atau terperangkat di dalam lapisan batuan yang mengalami pengisian/penambahan secara terus-menerus.

Melalui daur air, air hujan jatuh akan meresap ke dalam tanah dan melalui beberapa lapisan tanah yang berfungsi sebagai saringan /filter sehingga air tanah akan jernih.

Air tanah terbagi atas air tanah dangkal dan air tanah dalam dan merupakan sumber air bersih yang banyak digunakan di masyarakat. Dari segi bakteriologis air tanah dangkal kurang baik karena besar kemungkinan mudah tercemar oleh bahan-bahan cemaran yang ada disekitarnya seperti limbah industri, penampungan tinja yang tidak kedap air, penimbunan sampah dan sebaganya. Sedangkan untuk air tanah dalam bila ditinjau dari segi bakteriologis lebih baik, tetapi banyak mengandung mineral-mineral yang berlebihan. Hasil analisa kandungan mineral-mineral yang ada dalam air tanah untuk Fe adalah 0,8 mg/I.

Keuntungan air tanah adalah :

- Pada umumnya bebas dari bakteri pathogen

- Pada umumnya dapat di pakai tanpa pengolahan lebih lanjut

- Seringkali paling praktis dan ekonomis untuk mendapatkan dan membagikannya

- Lapisan tanah yang menampung air dari mana air itu diambil biasanya merupakan pengumpulan air alamiah.

Sedangkan kerugiannya adalah :

- Membutuhkan pemompaan

- Air tanah seringkali mengandung banyak mineral-mineral seperti Fe, Mn, Ca dan sebagainya.

Ad.b). Air Permukaan

Pengertian air permukaan adalah air yang mengalir atau menggenang di permukaan air tanah, misalnya sungai, danau, rawa, dan mata air. Karena keadaannya terbuka maka air permukaan mudah terkena pencemaran . Hasil analisa kandungan mineral-mineral air permukaan untuk Fe sebanyak 0,3 mg/I.

Mutu atau kualitas air permukaan di tentukan lingkungan sekitarnya, dan apabila terjadi pengotoran pada suatu saat air permukaan itu akan mengalami proses pembersihan sendiri yang disebut Self purification.

Air permukaan kurang layak untuk diminum, namun di kota-kota besar berfungsi sebagai bahan baku perusahaan air minum untuk diproses menjadi air minum.

Ad. C). Air Angkasa

Air Angkasa adalah air yang berasal dari atmosfir seperti hujan, salju, dan es. Kualitas Air Angkasa tergantung pada kualitas udara yang dilalui dikala hujan jatuh ke bumi sebagai hujan. Untuk memberikan gambaran tentang sifat-sifat Air Angkasa, maka kandungan mineral-mineral yang ada telah dianalisa dengan hasil sebagai berikut : Mg sebanyak 3 mg/I sebagai MgCo3.Ca sebanyak 16 mg/I sebagai CaCO3 sedangkan untuk Fe tidak ditemukan ( 0 ).

Sifat-sifat dari Air Angkasa adalah :

- Bersifat lunak ( Soft Water ) karena kurang bahkan tidak mengandung larutan dan zat-zat mineral sehingga kurang segar.

- Bersifat korosif karena mengandung beberapa zat di udara seperti NH3 dan CO2 agresif.

- Dari segi bakteriologis maka relative lebih bersih tergantung pada tempat penampungannya.

4. Syarat-syarat Air Bersih

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia akan air bersih, maka harus diperhatikan persyaratan kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas yang dipersyaratkan oleh kelompok kerja dasawarsa Penyediaan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan pemukiman adalah untuk daerah pedesaan 60 liter perhari. Sedangkan untuk perkotaan bervariasi sesuai dengan klasifikasi kota tersebut yaitu sekitar 120 liter perorang perhari untuk kota metropolintan, 100 liter perorang perhari untuk kota besar, 90 liter perorang perhari untuk kota kecil sedang untuk kota kecamatan 45 liter perorang perhari.

Sedang yang menyangkut tentang standar kualitas air telah ditetapkan oleh pemerintah melalui permenkes Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990. Dalam peraturan ini ditekankan bahwa baik air bersih maupun air minum harus memenuhi syarat-syarat fisik, kimia, bakteriologis dan radioaktif.

Secara garis besar, syarat-syarat air bersih meliputi berikut :

a. Syarat fisik, yaitu air tersebut tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan jernih

b. Syarat kimia, yaitu air tersebut tidak mengandung bahan kimia tertentu alam kadar tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

c. Syarat mikrobiologik, yaitu air tersebut bebas dari kuman parasit dan patogenik.

d. Syarat radioaktif, yaitu air tersebut bebas dari pencemaran radioaktif.

Salah satu bahan kimia yang dipersyaratkan adalah Besi dengan kadar yang diperbolehkan untuk air bersih 1,0 mg/I sedang untuk air minum 0,3 mg/I.

5. Karakteristik Air Tanah

Pemahaman terhadap struktur geologi lapisan pembawa air (Aquifer) merupakan hal yang penting untuk dilakukan guna memahami krakteristik air tanah. Hal ini penting sebab tidak semua air yang ada dalam tanah disebut air tanah.

Terdapatnya air di dalam tanah selain bersumber dari dalam tanah itu sendiri juga berasal dari siklus hidrologi, lapisan tanah secara umum dapat dibagi menjadi dua zone, yaitu batas tak jenuh (unsatunrated zone) dan batas jenuh (saturated zone). Batas tak jenuh terletak antara permukaan tanah dengan bagian atas dari lapisan air tanah. Melalui rongga- rongga tanah (capillary), air yang berasal dari siklus hidrologi akan masuk hingga kedalaman tertentu sebagai akibat adanya tekanan atmosfir dan gaya gravitasi. Berbeda dengan air yang ada pada batas tak jenuh kuantitas kuarang pada musim kemarau, maka air tanah yang adapada batas jenuh secara umum memiliki kuantitas yang berlebihan.

Aquifer sebagai lapisan yang selalu menyediakan air dalam jumlah yang cukup dapat dibedakan atas dua yaitu aquifer tertekan (Confined aquifer) dan aquifer bebas (Unconfined aquifer). Selama ini untuk mengambil air dari dua macam lapisan aquifer digunakan sarana seperti sumur pompa tangan dalam untuk mengambil air dari lapisan aquifer tertekan sedangkan lapisan aquifer bebas biasanya diperoleh dengan sarana sumur galian dan sumur pompa tangan dangkal.

Lapisan tanah yang dilalui air dapat berupa lapisan yang renggang seperti tanah liat, pasir dan kerikil atau dapat berupa lapisan yang padat seperti batu cadas, granite, batu gamping dan sebagainya. Berbagai jenis bebatuan yang dilalui akan berpengaruh kepada karakteristik air tanah, sebab batuan tersebut mengandung mineral-mineral serta unsur-unsur kimia yang dapat terlarut/terbawah bersama air tanah.

6. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Air Tanah

Ada dua hal yang mempengaruhi terjadinya penurunan kualitas tanah yaitu faktor alamiah dan faktor aktivitas manusia. Pengaruh kedua faktor tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas, sehingga air tanah tidak layak dikonsumsi sesuai dengan peruntukannya. Ketidaklayakan ini disebabkan oleh adanya berbagai pencemaran yang mengkontaminasi air tanah.

Kontaminasi terhadap air tanah dipengaruhi oleh :

a. prositas tanah dan permeabilitas tanah

Perositas tanah dalah kemampuan partikel-partikel tanah untuk dapat menerima air dan permeabilitas tanah adalah kemampuan air yang terdapat di antara partrikel-partikel tanah bergerak dari satu celah partikel ke celah partikel lain.

Melalui siklus hidrologis air terinfiltrasi (meresap) ka dalam tanah sampai pada kedalaman tertentu dan membawa mineral-mineral maupun unsur-unsur kimia di dalam tanah.

b. Aliran Air Tanah

Sifat utama air adalah bergerak dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Kecepatan aliran dalam tanah tergantung dari keadaan lapisan tanah, tofografi dan ketinggian unsur-unsur kimia di dalam tanah, namun penyebaran ini sifatnya sementara maupun permanen.

c. Jarak Sumber Pencemaran

Jarak sumber pencemaran terhadap air tanah mempengaruhi kualitas air tanah. Semakin jauh jarak sumber pencemaran semakin kecil kemungkinan terjadi pencemaran terhadap air tanah.

Lokasi sumber pencemaran digolongkan menjadi dua yaitu point source dan non point source. Pada point source lokasinya mudah dideteksi, misalnya leachate yang berasal dari septic tank maupun lokasi pembuangan sampah. Sedangkan non point source seperti yang berasal dari siklus hidrologi maupun industri sulit untuk diketahui penyebarannya. Menurut Wagner E.G dan Lonix J.N, bahwa pola penyebarannya bahan kimia secara horizontal dapat mancapai 95 meter, pada jarak 25 meter dari sumber pencemaran pola penyabarannya melebar sampai 9 meter dan menyempit mambentuk kerucut pada jarak 95 meter.

B. Tinjauan tentang zat besi

1. keberadaan Zat Besi (Fe) Dalam Air

Besi atau ferrum (Fe) adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Zat besi terdapat dimana-mana baik di dalam air maupun di dalam tanah dalam berbagai bentuk. Tetapi sejauh ini bentuk umum yang sering ditemukan di sumber mata air adalah Ferrous Bicarbonat dan tak berwarna (Slamet, J Soemirat, 1994).

Keberadaan zat dalam tanah disebabkan oleh adanya unsur-unsur mineral atau zat-zat organik maupun non anorganik yang terlarut dalam air yang mengalami proses peresapan, sehingga menyebabkan kadar besi dalam air semakin bertambah besar bahkan dapat melebihi batas standar yang ada.

Pada umumnya ion besi yang ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai fero (Fe2+) atau bersifat Feri (Fe3+) dan tersuspensi sebagai butir koloidal seperti Fe2O3, FeO, FeOOh, Fe(OH) serta bergabung dengan zat organis seperti tanah liat.

Pada air permukaan yang kontak dengan udara, jarang ditemukan kadar Fe yang lebih dari 1 mg/liter, sedang di dalam air tanah kadar Fe jauh lebih besar. Air yang kurang mengandung oksigen (O2) seprti umumnya air tanah bersifat Fero (Fe2+) yang dapat terlarut, sedangakan pada air yang mengalir dapat terjadi aerasi seperti sungai yang kontak dengan udara (O2) keadaan Fero (Fe2+) teroksidasi menjadi Feri (Fe3+). Oleh sebab itu pada air permukaan dan sungai yang mengalir Fe jarang ditemukan dalam kadar yang tinggi.

Keberadaan besi dalam air akan mengahasilkan rasa tidak enak, memberikan warna yang kuran baik pada pencelupan teh, bila digunakan untuk mencuci dan memasak sayuran akan mengkibatkan perubahan warna menjadi kecoklat-coklatan dan meninggalkan noda-noda kecoklatan pada pakaina/benda-banda yang berwarna putih dan mempengaruhi rasa air bila diminum.

2. Kegunaan Zat Besi (Fe) Dalam Air

Sebagaimana kegunaan unsur-unsur kimia lainnya terhadap tubuh, besi dalam air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Setiap hari tubuh membutuhkan unsurbesi 7 – 35 mg yang tidak hanya diperoleh dari air.

Besi merupakan suatu unsur kimia yang penting dan berguna untuk metabolisme tubuh atau untuk pembentukan haemoglobin (butir darah merah). Tetapi apabila seseorang yang sering mendapat transfusi darah, kulitnya berwarna hitam karena adanya akumulasi Fe.

3. Efek Negatif Zat Besi (Fe) Yang Berlebihan Dalam Air

Zat besi dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan gangguan dalam penggunaanya, seperti maninggalkan noda coklat pada pakaian dan cucian, menimbulkan “Clogging” pada pipa, membantu pertumbuhan bakteri besi yang dapat menimbulkan korosif pada air dan memmberikan rasa tidak enak pada minuman. Selain itu juga dapat memberikan gangguan kesehatan yaitu apabila dalam tubuh banyak terdapat Fe, maka Fe dalam tubuh akan dikendalikan oleh fase absorbs, sehingga tubuh manusia tidak dapat mengekresikan Fe.

Manusia yang sering mandapatkan transfusi darah, warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Dalam dosis yang besar Fe juga akan merusak dinding usus. Kematian seringkali terjadi disebabkan karena dinding usus ini. Debu Fe juga dapat diakumulasi di dalam alveoli dan menyababkan berkurangnya fungsi paru-paru (Slamet, 1994).

Mengetahui kegunaan dan gangguan yang ditimbulkan besi maka untuk mengatasi gangguan, diperlukan suatu upaya untuk menurunkan zat besi sampai standar yang diperkenalkan.

c. Cara Menguji Air Yang Mengandung Besi (Fe)

1. Pemeriksaan Lapangan

Cara yang lain sederhana untuk menduga adanya kadar besi (Fe) yang berlebihan pada badan air adalah dengan menggunakan indra pembau dan penglihat.

a. Indra Pembau

kadar besi (Fe) yang melebihi 2 mg/l akan menyebabkan air tersebut berbau amis akibat adanya aktivitas bakteri besi, namun kelemahan cara ini adalah sebab bau amis tidak hanya disebabakan oleh unsur yang lain yang ada pada lingkungan yang sama seperti mangan.

b. Indera Penglihat

air yang mengandung kadar besi (Fe) yang tinggi biasanya berwarna merah pada bagian permukaan. Namun cara ini tidak dapat dijadaikan sebagai patokan yang mutlak sebab mengingat warna merah tidak hanya berasal dari warna besi dalam air.

2. Analisa Laboratorium

Analisa laboratorium yang biasanya digunakan adalah metode :

a. Spektrofotometri

Pinsip kerja alat ini adalah penyerapan cahaya gelombang tertentu, sumber energi yang digunakan adalah aliran listrik. Alat ini sangat peka terutama kebersihan tabung dari debu lemak yang menempel pada tabung reaksi.

b. Kolometri

Metode kolometri yaitu dengan menambahkan indikator dengan jumlah tertentu, kemudian membandingkan dengan warnah control. Metode ini biasanya dipakai bila perangkat spektrofotometri tidak lengkap atau tidak ada sumber energi. Kelemahan cara pemeriksaan ini adalah membandingkan warnah control hanya melaihat secara visual.

D. Cara Penurunan Kadar Besi (Fe) Dalam Air

1. Aerasi

Prinsip dasar penurunan kadar besi (Fe) dalam air adalah Aerasi. Aerasi adalah proses pengolahan air dengan cara mengontakkan dengan udara, dan secara luas dapat digunakan pada pengolahan air minum yang mengandung zat besi yang berlebihan dalam air.

Secara umum aerasi dimaksudkan agar desain tersebut dapat diaplikasi di lokasi dan diharapkan alat tersebut tidak koresif terhadap kandungan logam lainnya.

Beberapa metode aerasi bisa didesain yang pada prinsipnya untuk menurunkan kadar besi (Fe) meskipen sistem kerjanya berbeda-beda.

Beberapa metode aerasi yang dikenal antara lain :

a. Spray aerator yaitu secara menyemprotkan air ke udara dengan menggunakan pipa yang dilengkapi dengan nossel. Ujung pipa berukuran diameter antara 25 – 45 mm, pipa-pipa ditempatkan diatas kolam yang cukup luas untuk menampung semburan air.

b. Cascade aerator, pada dasarnya aerator ini terdiri atas 4 – 6 step/tangga, setiap step kira-kira ketinggian 30 cm dengan kapsitas kira-kira 0,01 m3/detik/m2. Untuk menghilangkan gerakan putaran (turbulence) guna menaikkan efesien aerasi, hambatan sering ditepi peralatan pada setiap step. Keuntungan lain adalah tidak diperlukan pemeliharaan.

c. Tray aerator, terdiri atas serangakain penampang yang susunannya sangat sederhana dan tidak mahal serta memerlukan ruang yang kecil. Dasar penamapang dilubangi dengan diameter 5 – 12 mm pada jarak 30 menembus deretan penampang yang berlubang-lubang, dari sini percikan-perciakan turun kebawah dengan kecepatan 0,02 m3/detik. Tray biasanya dibangun bersusun ke atas antara 4 – 6 susun tray dengan ketinggian 1,2 – 3 meter (Depkes RI, 1991). Adapun contoh macam-macam aerator pada lampiran.

3. Proses Aerasi

Oksigen yang ada diudara, melalui proses aerasi akan bereaksi dengan senyawa ferus dan maganous terlarut merubah meraka menjadi ferric (Fe) dan manganic ocide hydrates yang tidak bisa larut. Setelah itu dilanjutkan dengan pengendapan (sendimentasi) atau penyaringan (Filtrasi). Perlu di catat bahwa oksidasi terehadap senyawa besi mangan didalam air tidak selalu terjadi dalam waktu yang cepat.

Apabila air mengandung zat organik, pembentukan endapan besi dan mangan melalui proses aerasi terlihat sangat tidak efektif.

Untuk pengolahan air minum, kebanyakan dilakukan dengan menybarkan air agar kontak dengan udara diatas lempangan tipis atau melalui tetesan air kecil (waterfall aeratorsl) aerator air terjun. Atau dengan mencapuri air dengan gelembung-gelembung udara (buble aerator). Dengan kedua cara tersebut jumlah oksigen pada air bisa dinaikkan sampai 60 – 80% (dari jumlah oksigen yang tertinggi, yaitu air yang mengandung oksigen sampai jenuh). Pada aerator terjun (waterfall aerator) besar bisa menghilangkan gas-gas yang terdapat dalam air.

Penurunan karbon dioksida (Co2) oleh waterfall aerator cukup berarti, tetapi tidak memadai apabila dari yang diolah sangat corrocive. Pengolahan selanjutnya seperti pembubuhan kapur atau dengan marmar atau delomiote yang dibakar masih dibutuhkan (Anwar Daud, 2005).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu untuk melihat kemampuan cascade aerator dengan variasi luas dan ketinggian yang ditentukan, terhadap penurunan kadar besi (Fe).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pemeriksaan dan perlakuan sampel dilaksanakan dikampus Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan Lingkungan dan untuk pemeriksaan kimia dilakukan dilaboratorium. Pelaksanaan penelitian dibagi atas beberapa tahap yaitu:

a. Tahap persiapan yaitu observasi pada lokasi penelitian, Juli 2009.

b. Tahap pelaksanaan yaitu pengambilan sampel air sumur gali pada lokasi penelitian, pemeriksaan kadar zat besi dilaboratorium, Juli 2009.

c. Tahap penyelesaian yaitu hasil pemeriksaan yang di peroleh di laboratorium, Agustus 2009.

C. Metode penelitian

1. Alur Fikir




Adanya kadar besi (Fe) dalam air yang melebihi standar maksimum yang diperbolehkan dapat menimbulkan dampak, baik terhadap kesehatan maupun ekonomi. Dampak terhadap kesehatan bila berlebihan akan menimbulkan iritasi dinding usus, sedangkan dampak terhadap ekonomi yaitu terjadinya pengendapan pada pipa-pipa jaringan distribusi sehingga dapat menyumbat saluran pipa air, menimbulkan bakteri besi sebagai penyebab terjadinya korosif dan menimbulkan noda-noda pada pakaian putih.

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu suatu alternative pemecahan yaitu dengan menurunkan atau mengurangi konsentrasi Fe yang berlebihan dalam air dengan cara aerasi. Cara aerasi yang dimaksud adalah cascade aerator, pada proses aerasi ini diupayakan untuk membuat kontak antara air dengan udara lebih lama. Dengan demikian penetrasi oksigen semakin besar pula, hal ini yang menjadi perhatian pokok dalam penelitian ini yaitu luas antara cascade (tangga) satu dengan yang lainnya sebagai pembeda lamanya kontak dengan udara.

2. Variabel Penelitian

Hubungan variable penelitian dapat dilihat pada skema berikut:







Keterangan :

­­­­­­_________ Variabel yang di periksa

………….. Variabel yang tidak di periksa

Berdasarkan skema hubungan tersebut di atas maka variable penelitian sebagai berikut:

a. Variabel bebas yaitu variabel yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variabel terikat, dalam penelitian ini adalah variasi luas wilayah cascade.

b. Variabel terikat yaitu variabel yang diduga terpengaruh oleh keberadaan variabel bebas dan manjadi objek pengamatan adalah penurunan kadar Besi (Fe) pada air sumur gali.

c. Variabel pengganggu yaitu variabel yang diduga turut mempengaruhi variabel terikat, pada penelitian ini adalah pH dan kekeruhan.

3. Definisi Operasional

a. Kadar Besi (Fe) adalah konsentrasi Fe dengan satuan mg/l didalam contoh air sumur gali sebelum dan sesudah perlakuan.

b. Cascade aerator adalah upaya kontak antara air dengan udara dengan cara megalirkan air melalui saluran yang berbentuk tangga yang terdiri atas 3 – 4 step/tangga.

c. Luas wilayah cascade adalah satuan panjang dalam cm antara cascade atau dengan yang lainnya yaitu 1,8 m2 dan 4,5 m2.

4. Kriteria Objektif

a. Memenuhi syarat : Apabila tidak melebihi kadar maksium yang ditetapkan Permankes No.416/Menkes/Per/IX/1990 yaitu 1,0 mg/l

b. Tidak memenuhi syarat : Apabila melebihi kadar maksimum yang ditetapkan Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990 yaitu 1,0 mg

D. Metode Pemeriksaan

1. Cara Penelitian

Setelah terpilih air sumur gali yang mamiliki kadar Besi (Fe) yang melebihi standar Permenkes No. 416/Menkes/Per/ix/1990 yaitu 1,0 mg/l maka dilakukan penelitian dengan menggunakan sistem aerasi cascade.

Aerasi tarhadap sampel air sumur gali dilakukan 3 (tiga) kali dengan variasi luas wilayah cascade yaitu dengan luas 1,8 m2 dan 4,5 m2 dengan masing-masing waktu pengendapan selama 3 jam.

2. Bahan dan Alat Yang Digunakan

a. Bahan dan Alat pembuatan cascade aerator

Bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatuan cascade aerator antara lain :

1. Balok (ukuran panjang 2 meter) = 10 buah

2. Rivet (fiber dari plastic) 1 meter = 4 buah

3. Paku = secukupnya

4. Meteran = 1 buah

5. Jerigen (bak penampung) = 1 buah

b. Bahan dan Alat yang Digunakan untuk Pemeriksaan Laboratorium

1. B a h a n :

- Larutan H2SO4 4 N

- Larutan KMnO4 0,1 N

- Larutan NH4CNS

- Larutan standar F

- Aquades

2. A l a t

- Tabung reaksi kecil

- Tabung Nessler 250 ml

- Pipet dan Buret

- Rak Standar

3. Cara Pembuatan Cascade Aerator

1. Pertama-tama siapkan balok ukuran 5 x 5 dengan panjang 2 meter sebanyak 2 buah.

2. Kemudian buatkan tempat dudukan saluran air sesuai dengan ukuran yang diinginkan yaitu masing-masing untuk jarak 1,8 m2 dan 4,5 m2.

3. Tempat dudukan saluran air tersebut di buat 3 (tiga) tingkatan untuk luas wilayah 4,5 m2 dan 5 (tingkatan) untuk luas wilayah 1,8 m2, Dengan kemiringan masing-masing 10 cm.

4. Setelah tempat dudukan saluran air jadi, tempatkan saluran air pada dudukan tersebut & siap untuk digunakan

4. Tahap Percobaan /Eksperimen

a. Tahapan Dengan Cascade Aerator

1. Sampel air sumur gali yang telah diperiksa kadar besinya disiapkan di lokasi pemeriksaan

2. Cascade yang telah disusun dengan 5 tangga dengan jarak 1,8 m2 dialirkan air dari tangga pertama hingga mengalir ke tangga berikutnya. Kemudian ditampung pada bak penampungan.

3. Seperti itu pula dilakukan pada cascade 3 tangga dengan jarak 4,5 m2.

4. Kemudian sampel di endapkan selama 3 jam, lalu diperiksa kadar Besinya dilaboratorium.

5. Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing variasi jarak cascade dengan selang waktu yang sama yaitu 10 menit

b. Tahapan Pemeriksaan di Laboratorium

1.Sebanyak 6 buah tabung Nessler disiapkan

2. isi 3 tabung Nessler dengan sampel air dan 3 tabung Nessler yang lain diisi aquades 10 ml

3. Masing-masing tabung ditambahkan 2,5 ml H2SO4 4N

4. Ditetesi kembali KMnO4 0,1 N sampai merah stabil

5. Ditambahkan 2,5 ml NH4SCN 20 %, sampai berwarna merah coklat. Amati perubahan warna, bandingkan dengan standar pembanding, bila positif mengandung besi akan berwarna merah coklat. Lalu tabung

6. pembanding di tambah larutan standar besi sampai sama dengan tabung sampel air.

7. Mencatat jumlah standar besi yang digunakan

8. Menghitung kadar Fe total dengan formulasi rumus sebagai berikut:

Fe = x 100 x a ml standar x 0,1 mg.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Dalam penelitian ini yang manjadi populasi adalah air sumur gali yang mangandung kadar besi (Fe) yang melebihi standar Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah air sumur gali yang di ambil sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing eksperimen.

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui pemeriksaan kadar besi pada air sumur gali sebelum dan sesudah perlakuan

2. Data Sekunder

Data sekunder yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari hasil studi pustaka serta literatur-literatur yang ada hubungannya dengan objek penelitian.

G. Pengolahan dan Penyajian Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dan hasil pemeriksaan Laboratorium diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator dan sajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisa secara deskriptif.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Setelah mengadakan penelitian dengan menggunakan cascade yaitu menvariasikan luas cascade terhadap penurunan kadar Besi air sumur gali di Kec.Somba Opu Kab Gowa, maka diperoleh hasil pemeriksaan sebagai berikut:

1. Luas Wilayah Cascade 1,8m2

Dalam melaksanakan eksperimen ini dilakukan pemeriksaan kadar besi terhadap sampel, baik sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan metode cascade dan diendapakan selama 3 jam. Pemeriksan ini dilakukan 3 kali.

Tabel 4.1

Hasil pemeriksaan kadar Besi Air Sebelum dan sesudah Aerasi

Dengan luas wilayah 1,8m2

No

Kode sampel

Kadar besi (mg/ I)

Persentase

%

Sebelum

sesudah

1

LW 1,8/ /3JM/2009

2,15

0,08

96,28

2

LW 1,8/ /3 JM/2009

2,15

0,06

97,20

3

LW 1,8/ /3 JM/2009

2,15

0,05

97,68

Rata -Rata

2,15

0,05

95,48

Sumber : primer yang diolah, 2009

Keterangan :

LW : Luas Wilayah

JM : Jam ( Waktu Pengendapan)

Pada tabel 4.1 diatas dapat dilihat adanya perbedaan kadar Besi sebelum

perlakuan sebesar 2,15 mg/I dan sesudah diaerasi dengan luas wilayah cascade 1,8 m2 yang dilanjutkan dengan pengendapan selama 3 jam kemudian diperiksa diperoleh hasil pada pemeriksaan pertama sebesar 0,08 mg/I dengan persentase penurunan sebesar 96,28 % pada pemeriksaan kedua diperoleh hasil sebesar 0,06 mg/I dengan persentase penurunan 97,20 % dan pada pemeriksaan ketiga diperoleh hasil sebesar 0,05 mg/I dengan persentase penurunan 97,68 % Jadi rata- rata hasil pemeriksaan kadar Besi dengan luas wilayah 1,8 m2 yaitu 0,05 mg/I dengan persentase penurunan rarta- rata 95,48 %.

2. Luas Wilayah Cascade 4,5 m2

Hasil pemeriksaan kadar Besi pada air sumur gali sebelum dan sesudah perlakuan aerasi, dengan luas cascade 4,5 m2 dalam tabel berikut:

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Besi Air Sebelum dan sesudah Aerasi

No

Kode sampel

Kadar Besi (mg)

Persentase

%

Sebelum

Sesudah

1

LW 4,5/ /3 JM/ 2009

2,15

1,10

48,83

2

LW 4,5/ /3 JM/ 2009

2,15

0,60

72,09

3

LW 4,5/ /3 JM/ 2009

2,15

0,55

74,41

Rata -Rata

2,15

0,60

72,09

Dengan Luas Wilayah Cascade 4,5 m2

Sumber : Data Primer yang diolah, 2009

Keterangan :

LW : Luas Wilayah

JM : Jam ( Waktu Pengendapan )

Perlakuan aerasi terhadap sampel dengan luas wilayah cascade 4,5 m2 dan diendapkan selama 3 jam dapat dilihat pada tabel 4.2 dengan di peroleh hasil penurunan Kadar Besi tertinggi yaitu 1,10 mg/I dan yang terendah 0,55 mg/I dengan penurunan rata-rata 0,60 mg/I dengan persentase penurunan tertinggi yaitu 74,41 % dan terendah 48,83 % dengan persentase penurunan rata-rata Kadar Besi adalah 72,09 %.

B. Pembahasan

Pembahasan dilakukan bertitik tolak dari tujuan penelitian, maka dalam pembahasan ini penulis melihat kemampuan alat cascade dalam menurunkan Kadar Besi dengan luas wilayah yang berbeda dengan masing –masing waktu pengendapan.

Dalam menganalisa data hasil penelitian ini digunakan analisa deskriptif yaitu dengan membandingkan hasil penurunan dengan standar yang ditetapkan oleh permenkes No.416/Menkes /Per/IX/1990 tentang persyaratan kualitas air bersih bahwa maksimum yang diperbolehkan untuk Kadar Besi adalah 1,0 mg/I.

Berdasarkan analisa data hasil penelitian yang dilakukan pada air sumur gali, maka kemampuan metode cascade dalam menurunkan Kadar Besi pada Air sumur gali dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Penurunan Kadar Besi (Fe) Setelah Aerasi dengan Luas Wilayah Cascade 1,8 m2

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan cascade dengan luas wilayah 1,8 m2dan pengendapan selama 3 jam yang di sajikan dalam tabel 4.1 terlihat bahwa terjadi penurunan Kadar Besi yaitu antara 0,08 mg/I sampai 0,05 mg/I atau persentase penurunan antara 96,28 % sampai 97.68 %.

Dengan melihat hasil diatas menunjukkan bahwa penurunan Kadar Besi dengan system cascade disebkan karena adanya kesempatan penetrasi air dan oksigen sangat besar yaitu terjadi pada saat air dijatuhkan dari luas cascade akan melewati setiap Penampang. Dan Penampang tersebut terbentuk dari adanya pemberian sekat sebanyak 2 buah pada satu cascade, maka air akan melewati setiap penampang dan tertahan pada sekat yang kemudian membentuk turbulensi-turbulensi yang juga dimaksudkan untuk memperlambat aliran. Proses aerasi berjalan lebih baik lagi dengan menutup setengah bahagian dari ujung bangunan yang memungkinkan terjadinya pengendapan sekiranya ada Ferro (Fe2+) yang dalam bentuk larutan telah berubah menjadi Ferri dalam bentuk endapan.

Setelah melewati bagian luas cascade I, selanjutnya air akan jatuh pada luas cascade II, pada bagian ini prosesnya sama yang terjadi pada luas casacade III, IV,dan V dengan proses yang sama juga.

Proses aerasi selain pada saat air mengalir melalui bangunan cascade juga banyak terjadi pada saat dilanjutkan dengan pengendapan (sidementasi) selama 3 jam. Dengan pertimbangan bahwa oksigen terhadap senyawa besi didalam air tidak selalu terjadi dalam waktu yang cepat.

Maka dapat disimpulkan bahwa aerasi dengan luas wilayah cascade dan pengendapan selama 3 jam mempunyai kemampuan yang baik dalam menurunkan Kadar Besi air karena sudah mampu memenuhi persyaratan Permenkes No.416 tentang air bersih.

2. Penurunan Kadar Besi ( Fe) Setelah Aerasi dengan Luas Wilayah

Cascade 4,5 m2

Penelitian dengan menggunakan cascade dengan luas wilayah 4,5 m2 dan pengendapan selama 3 jam hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.2 bahwa rata-rata penurunan kadar besi yaitu 0,60 mg/I dengan persentase rata-rata adalah 72,09 %.

Melihat hasil diatas, proses aerasi yang dilanjutkan dengan pengendapan sangat berpengaruh dalam menurunkan kadar besi (Fe) air, namun hasilnya belum memenuhi persyaratan peraturan permenkes No.416 tentang air bersih. Hal ini di sebabkan kurangnya penetrasi antara air dengan oksigen, karena pada saat air dilewatkan dari cascade I selanjutnya air akan jatuh pada luas cascade II, pada bagian ini prosesnya sama yang terjadi pada cascade III,IV,dan V dan kontak dengan udara cukup lama.

Setelah proses aerasi kemudian dilanjutkan dengan pengendapan selama 3 jam juga berpengaruh terhadap penurunan Kadar Besi. Walaupun pengendapan yang dilakukan sudah cukup lama, hasil penurunan kadar besinya sudah cukup baik. Namun belum mampu memenuhi persyaratan Permenkes No.416 tentang air bersih.

3. Perbandingan Penurunan Kadar Besi dengan Variasi Luas Wilayah

cascade 1,8 m2 dan 4,5 m2

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar Besi setelah diaerasi dengan luas wilayah 1,8 m2 dan 4,5 m2 yang dilanjutkan dengan pengendapan terdapat perbedaan yaitu rata-rata hasil yang diperoleh pada luas wilayah 1,8 m2 dan pengendapan selama 3 jam adalah 0,05 mg/I sedangkan rata-rata hasil penurunan kadar Besi dengan luas wilayah 4,5 m2 dan pengendapan selama 3 jam yaitu 0,60 mg/I.

Aerasi dengan luas wilayah 1,8 m2 dan pengendapan selama 3 jam mempunyai kemampuan lebih baik dari pada luas wilayah cascade 4,5 m2 karena hasil penurunan kadar besinya sudah memenuhi persyaratan Permenkes No. 416 tentang air bersih. Untuk aerasi dengan luas wilayah 4,5 m2 menunjukkan adanya penurunan, persentase rata – rata 72,06 %. Hasil penurunan ini sudah cukup baik, namun penurunan kadar Besi tersebut belum memenuhi persyaratan Permenkes No.416 tentang air bersih.

Bertitik tolak dari analisa diatas terlihat bahwa setelah aerasi dengan masaing – masing luas wilayah cascade yang dilanjutkan dengan pengendapan penurunannya sudah cukup baik. Hal ini disebabkan karena adanya penetrasi antara air dengan udara dimana semakin lama dan semakin luas permukaan air yang mengalami penetrasi dengan udara berarti penetrasi oksigen semakin besar sehingga oksidasi semakin baik.

Keadaan ini sesuai dengan peneliti terdahulu Saleh (2002), dimana selain menvariasikan jarak jenjang tray juga melihat penurunan kadar Besi dengan perlakuan penyaringan. Persentase penurunan kadar Besi setelah aerasi pada masing – masing variasi jenjang tray hanya sekitar 25 % dan 45 % ini disebabkan karena belum dilakukan penyaringan sehingga hasil oksidasi berupa endapan Fe(OH)3 ( Ferihidrosida) ikut dalam pemeriksaan besi total. Tetapi setelah penyaringan, kadar Besi sampel turun drastis dari masing – masing variasi jarak jenjang tray dengan persentase masing – masing 63,2 % dan 93,8 %.

Keadaan ini juga sesuai dengan beberapa referensi yang menyatakan bahwasalah satu cara untuk menurunkan kadar Besi dalam air adalah aerasi yang dilanjutkan dengan pengendapan. Aerasi yang berfungsi mengoksidasi Fero menjadi Feri dan pengendapan berfungsi menahan ion bagi yang terbentuk setelah oksidasi.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Penurunan kadar Besi setelah aerasi dengan luas wilayah cascade 1,8 m2 dan pengendapan selama 3 jam lebih baik dari pada penurunan kadar Besi setelah aerasi dengan luas wilayah cascade 4,5 m2.

2. Kadar Besi air sesudah di aerasi dengan luas wilayah cascade 1,8 m2 dan pengendapan selama 3 jam, hasilnya adalah kadar Besi mengalami penurunan dari 2,15 mg/Imenjadi 0,05 mg/I dengan rata- rata persentase penurunan adalah 95,48 %.

3. Hasil penurunan kadar Besi setelah aerasi dengan luas wilayah cascade 4,5 m2 dan pengendapan 3 jam adalah kadar besi awal 2,15 mg/I menjadi 0,60 mg/I dengan persentase penurunan rata- rata 72,09%.

DAFTAR PUSTAKA

Alearts, G, Santika, S. Sumestris, 1984. Metode Penelitian Air, Usaha Nasional, Surabaya.

Daud, Anwar, 2005. Penyediaan Air Bersih, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Unhas, Makassar

Djafar, Hasyim, IR, M Si, 2000. Penyediaan Air Bersih, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Unhas, Makassar.

Indonesia Depkes, 1990. Buku Pedoman Pelatihan Penyehatan Air, Ditjen PPM dan PLP Direktorat penyehatan depkes, Jakarta.

Muntu, ronny, 2003. Air dan kesehatan, jurusan kesehatan lingkungan poltekkes, Makassar

Notoatmojo, soekidjo, 1998. Metodologi penelitian kesehatan, PT .Rineka cipta, Jakarta

, 1991, pedoman tehnis perbaikan kualitas air, depkes ri dirjen ppm dan plp direktorat penyehtan air, Jakarta

Rahmawati, sri, 2005. Efektifitas penurunan kadar mangan (Mn) dengan metode kombinasai aerasi dan penyaringan pada air sumur gali, jurusan kesehatan lingkungan poltekes Makassar.

Sandropi, djasio, m, sc, dkk, 1984. Pedoman teknis studi penyehatan air bersih. Apk ts, pusdiknas depkes ri, Jakarta.

Slamet, j. soemitrat, 1994. Kesehatan lingkungan gajah mada Universitiy press, Yogyakarta.

Saleh, muh, 2002. Penurunan kadar besi (Fe) pada air sumur pompa tangan dengan mettode try aerator di kelurahan tamallayang kecamatan bontonompo kabupaten gowa, fakultas kesehatan masyarakat Unhas, Makassar.

Ariyanto, mitro, 2009. Penurunan kadar besi (Fe) pada air sumur gali dengan metode cascade aerator di kecamatan somba opu kabupaten gowa, jurusan kesehatan lingkungan poltekkes Makassar.